Tak pernah terpikirkan olehku bahwa hari ini akan datang.
Hari dimana seseorang yang tidak terlalu mengenalku – aku pun tidak terlalu
mengenalnya – mengkritik diriku atas begitu pendiamnya diriku. Orang itu 2
tahun lebih muda dari diriku, tapi mentalnya seperti 2 tahun lebih tua dariku,
bahkan mungkin lebih. Atau mungkin mentalku yang masih seperti anak kecil?
Kurang lebih begini percakapannya (aku sedikit lupa)..
“Kok lo diem banget sih? Cep**rit?” Katanya.
“Gapapa..” Jawabku sambil tersenyum maksa.
“Dari kapan?”
“Ga tau. Emang dari dulu kayak gini.”
“Kalo gini lo jadi kayak ga keliatan.. Jangan dibiasain, ga
bagus…” Jlebbb~
Ya.. aku memang begitu pendiam. Aku pun sangat tahu kalau
aku ‘ada tapi seperti tidak ada’ Tapi apakah aku membiasakannya? Apakah aku
menyukai sifatku yang seperti ini? Jawabannya adalah TIDAK!! Orang bilang
“Jadilah dirimu sendiri”, tapi aku seringkali berpikir ingin menjadi orang lain
karena aku sendiri begitu tidak suka dengan sifatku yang pendiam ini. Sejak SMA
aku berusaha berubah menjadi lebih terbuka. Saat masuk kuliah pun aku berusaha
bergaul dengan siapapun. Aku rasa saat ini aku mengalami kemajuan. Meskipun
hanya sedikit, aku menjadi lebih terbuka dibandingkan diriku yang dulu. Betapa
kerasnya aku mencoba, aku tidak bisa serta merta berubah menjadi orang yang
extrovert.
Meskipun aku begitu pendiam, bukan berarti aku tidak bisa
memiliki teman. Para extrovert seringkali menjauhi para introvert dan pada
akhirnya menyalahkan mereka karena jarang bicara. Orang-orang introvert
sepertiku sulit sekali memulai topik pembicaraan dan juga merasa canggung
berada di kelompok orang-orang yang tidak terlalu dekat dengannya. Karena itu
mereka memilih berkumpul dengan teman dekat atau lebih baik sendiri. Wahai
kalian para extrovert, jangan minta orang introvert untuk bergaul dan terbuka
lebih dulu, tapi kalianlah yang harus mendekati mereka lebih dulu. Jangan
merasa canggung jika berbicara dengan orang introvert, anggaplah mereka seperti
teman akrab kalian. Dengan begitu, mereka perlahan-lahan akan membuka diri
mereka untuk kalian.
-Sapalah aku lebih dulu 2 atau 3 kali, maka di kemudian hari
aku akan menyapa kalian lebih dulu.
-Ajaklah aku mengobrol lebih dulu 4 atau 5 kali, maka
selanjutnya aku tidak akan canggung berbicara dengan kalian.
Begitulah caraku sebagai seorang introvert berteman.
Untuk orang itu, aku ingin berterimakasih karena setidaknya
dia masih ‘melihat’ku dan menyadarkanku bahwa mungkin ada banyak orang yang
tidak menyukai sifat pendiamku ini. Tapi aku tetap merasa sakit hati karena
perkataannya yang menusuk itu. Rasanya lebih sakit karena dia bukan teman
akrabku, mengobrol pun kami hampir tidak pernah, tapi tiba-tiba dia mengatakan
hal itu secara frontal. Aku pun ingin meminta maaf kalau dia tidak suka dengan
sifatku ini, tapi aku tidak bisa apa-apa karena ini memanglah diriku – inilah
sifat yang telah Allah takdirkan untukku – meskipun aku berusaha keras
mengubahnya.
0 comment:
Post a Comment